Jurus Jitu Mendidik Anak
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
A. Jurus Pertama: Ilmu
Ilmu untuk mendidik anak lebih diperlukan daripada ilmu mengenai pekerjaannya. Akan tetapi, kebanyakan orang lebih fokus mempersiapkan ilmu untuk dia bekerja daripada ilmu mendidik anak. Seseorang mendidik anak selama 24 jam, sedangkan seseorang bekerja mungkin hanya 8 jam. Maka sepantasnya seseorang lebih fokus mempelajari ilmu mendidik anak.
Ilmu apa yang dibutuhkan? Yang paling penting adalah ilmu agama, terutama ilmu aqidah.
Bagaimana orang tua akan mengajarkan aqidah yang benar jika ia sendiri tidak paham tentang aqidah yang benar?
Nabi shallallahu’alaihiwasallam mencontohkan bagaimana membangun pondasi tersebut dalam jiwa anak, dalam salah satu sabdanya untuk Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma,
“إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّه”.
“Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah kepada Allah”. HR. Tirmidzi dan beliau berkomentar, “Hasan sahih”.
Ilmu yang selanjutnya adalah ilmu tentang shalat dan ibadah2 lainnya.
Nabi shallallahu’alaihiwasallam untuk para orangtua,
“مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْر”.
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat saat berumur tujuh tahun, dan pukullah jika enggan saat mereka berumur sepuluh tahun”. HR. Abu Dawud dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albany.
Seandainya kita tidak mendalami masalah shalat dan ibadah2 tersebut, bagaimana kita akan menjawab pertanyaan2 anak kita tentang permasalahan2 tersebut?
“Seseorang yang tidak memiliki sesuatu tidak bisa memberi sesuatu.”
Ilmu berikutnya yaitu ilmu Adab dan akhlaq. Bagaimana cara makan, minum, tidur, masuk rumah, kamar mandi, bertamu dan lain-lain.
Kita harus mempelajarinya agar bisa mengajarkannya kepada anak kita.
Dalam hal ini Nabi shallallahu’alaihiwasallam mempraktekkannya sendiri, antara lain ketika beliau bersabda menasehati seorang anak kecil,
“يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ”.
“Nak, ucapkanlah bismillah (sebelum engkau makan) dan gunakanlah tangan kananmu”. HR. Bukhari dan Muslim dari Umar bin Abi Salamah.
Ilmu mendidik anak selanjutnya yaitu bagaimana kita memberi hadiah dan hukuman sesuai dengan ilmu untuk menumbuhkan motivasi dalam diri anak.
Kapan memberikan hadiah, kapan memberikan ancaman?
Semoga pemaparan singkat di atas bisa menggambarkan pada kita urgensi ilmu dalam mendidik anak. Sehingga diharapkan bisa mendorong kita untuk terus mengembangkan diri, meningkatkan pengetahuan kita, menghadiri majlis taklim, membaca buku-buku panduan pendidikan. Agar kita betul-betul menjadi orangtua yang sebenarnya, bukan sekedar orang yang lebih tua dari anaknya!
B. Jurus Kedua: Keshalihan Orang Tua
Semua orang tua sepakat, mereka ingin memiliki anak yang shalih/shalihah.Tapi banyak dari orang tua yang lupa, untuk mencetak anak2 yang shalih dan shalihah diperlukan orang tua yang juga shalih dan shalihah.
Kenapa? Karena orang tua adalah orang yang pertama kali ditemui dalam hidup si anak.
Bagaimana mau anak rajin shalat kalau orang tuanya saja shalatnya tidak rajin?
Bagaimana anaknya mau rajin ngaji kalau bapaknya saja malas2an untuk mengaji?
Bagaimana orang tua menginginkan anaknya jujur kalau dirinya sendiri sering membohongi anaknya?
Contoh:
Kalau Anda menginginkan anak jujur dalam bertutur kata, hindarilah berbohong sekecil apapun. Tanpa disadari, ternyata sebagai orang tua kita sering membohongi anak untuk menghindari keinginannya. Salah satu contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak kita meminta ikut atau mengajak jalan-jalan mengelilingi perumahan. Apa yang kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita lebih memilih berbohong dengan mengatakan, “Bapak hanya sebentar kok, hanya ke depan saja ya. Sebentaaar saja ya sayang…”. Tapi ternyata, kita malah pulang malam!
Dalam contoh di atas, sejatinya kita telah berbohong kepada anak, dan itu akan ditiru olehnya.
Mari kita tempa diri kita untuk menjadi orang yang shalih.
C. Jurus Ketiga: Ikhlas
Ikhlas merupakan ruh bagi setiap amalan. Amalan tanpa disuntik keikhlasan bagaikan jasad yang tak bernyawa.
Termasuk jenis amalan yang harus dilandasi keikhlasan adalah mendidik anak. Apa maksudnya?
Maksudnya adalah: Rawat dan didik anak dengan penuh ketulusan dan niat ikhlas semata-mata mengharapkan keridhaan Allah ta’ala.
Kekuatan ikhlas:
1. Aktivitas akan terasa ringan
Proses membuat dan mendidik anak, mulai dari mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, membimbing hingga mendidik, jelas membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Puluhan tahun! Tentu di rentang waktu yang cukup panjang tersebut, terkadang muncul dalam hati rasa jenuh dan kesal karena ulah anak yang kerap menjengkelkan. Seringkali tubuh terasa super capek karena banyaknya pekerjaan; cucian yang menumpuk, berbagai sudut rumah yang sebentar-sebentar perlu dipel karena anak ngompol di sana sini dan tidak ketinggalan mainan yang selalu berserakan dan berantakan di mana-mana.Anda ingin seabreg pekerjaan itu terasa ringan? Jalanilah dengan penuh ketulusan dan keikhlasan! Sebab seberat apapun pekerjaan, jika dilakukan dengan ikhlas insyaAllah akan terasa ringan, bahkan menyenangkan. Sebaliknya, seringan apapun pekerjaan, kalau dilakukan dengan keluh kesah pasti akan terasa seberat gunung dan menyebalkan.
Sebaliknya keluh kesah akan menjadikan aktivitas menjadi berat.
2. Ucapan kita akan berbobot
Sering kita mencermati dan merasakan bahwa di antara kata-kata kita, ada yang sangat membekas di dada anak-anak yang masih belia hingga mereka dewasa kelak. Sebaliknya, tak sedikit ucapan yang bahkan kita teriakkan keras-keras di telinganya, ternyata berlalu begitu saja bagai angin malam yang segera hilang kesejukannya begitu mentari pagi bersinar.Apa yang membedakan? Salah satunya adalah kekuatan yang menggerakkan kata-kata kita. Jika Engkau ucapkan kata-kata itu untuk sekedar meluapkan amarah, maka anak-anak itu akan mendengarnya sesaat dan sesudah itu hilang tanpa bekas. Namun jika Engkau ucapkan dengan sepenuh hati sambil mengharapkan turunnya hidayah untuk anak-anak yang Engkau lahirkan dengan susah payah itu, insya Allah akan menjadi perkataan yang berbobot.Sebab bobot kata-kata kita kerap bersumber bukan dari manisnya tutur kata, melainkan karena kuatnya penggerak dari dalam dada; iman kita dan keikhlasan kita…
Tidak sedikit nasihat kita kepada anak kita yang tidak dihiraukan.
3. Anak kita akan lebih mudah diatur
Jangan pernah meremehkan perhatian dan pengamatan anak kita. Anak yang masih putih dan bersih dari noda dosa akan begitu mudah merasakan suasana hati kita.Dia bisa membedakan antara tatapan kasih sayang dengan tatapan kemarahan, antara dekapan ketulusan dengan pelukan kejengkelan, antara belaian cinta dengan cubitan kesal. Bahkan ia pun bisa menangkap suasana hati orangtuanya, sedang tenang dan damaikah, atau sedang gundah gulana?Manakala si anak merasakan ketulusan hati orangtuanya dalam setiap yang dikerjakan, ia akan menerima arahan dan nasehat yang disampaikan ayah dan bundanya, karena ia menangkap bahwa segala yang disampaikan padanya adalah semata demi kebaikan dirinya.
D. Jurus Keempat: Sabar
Sabar merupakan salah satu syarat mutlak bagi mereka yang ingin berhasil mengarungi kehidupan di dunia. Kehidupan yang tidak lepas dari susah dan senang, sedih dan bahagia, musibah dan nikmat, menangis dan tertawa, sakit dan sehat, lapar dan kenyang, rugi dan untung, miskin dan kaya, serta mati dan hidup.
Mendidik anak membutuhkan kesabaran ekstra.
Karena waktunya panjang dan berat.
Misalnya, sabar dalam mencontohkan perbuatan baik kepada anak kita.
Anak kita seperti kertas putih, tergantung siapa yang menggambarnya.
Anak kita seperti sebuah gelas, bisa diisi dengan apa saja, tergantung siapa yang mengisinya.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menggambarkan hal itu dalam sabdanya,”مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِه”“Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang akan menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi”. HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Maka masa terbaik dalam mendidik anak adalah ketika ia masih kecil.
Dan ini sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama, seperti mengukir di atas batu.
Contoh sabar yang lain: Sabar menghadapi pertanyaan anak.
Sebagian orang tua jengkel terhadap anaknya yang sering bertanya kepadanya. Sehingga menjawab pertanyaan anaknya sekenanya, bahkan sampai memarahi anaknya.
Anak yang bertanya kepada orang tua nya menunjukkan kepercayaan sang anak kepada orang tuanya.
Hal ini merupakan kunci keberhasilan mendidik anak.
Jika setiap ditanya si anak selalu dimarahi, maka anak tidak akan lagi percaya kepada orang tuanya, dan akan bertanya kepada orang lain yang belum tentu baik dan benar jawabannya.
Contoh sabar yang lain: Sabar dalam mendengarkan anak.
Sebelum menyampaikan nasihat, dengarkan anak kita dulu.
Hargai anak kita jika kita ingin dihargai oleh anak kita.
Sabar yang berikutnya: Sabar ketika sedang marah.
Ketika kita sedang marah thdp anak kita, jangan memberikan hukuman kpdnya. Karena ketika sedang marah, hukuman yang diberikan tidak akan sesuai.
E. Jurus Kelima: Do’a
Ikhtiar manusia tidak akan berarti tanpa ridha dari Allah ta’ala.
Sebesar apapun usaha orangtua dalam merawat, mendidik, menyekolahkan dan mengarahkan anaknya, andaikan Allah ta’ala tidak berkenan untuk menjadikannya anak salih, niscaya ia tidak akan pernah menjadi anak salih. Hal ini menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah dan betapa kecilnya kekuatan kita. Ini jelas memotivasi kita untuk lebih membangun ketergantungan dan rasa tawakkal kita kepada Allah jalla wa ‘ala. Dengan cara, antara lain, memperbanyak menghiba, merintih, memohon bantuan dan pertolongan dari Allah dalam segala sesuatu, terutama dalam hal mendidik anak.
Salah satu do’a yang tidak akan ditolak, yaitu do’a orang tua kepada anaknya.
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Tiga doa yang akan dikabulkan tanpa ada keraguan sedikitpun. Doa orangtua, doa musafir dan doa orang yang dizalimi”. HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany.
Diawali ketika berhubungan suami istri untuk menghasilkan anak maka kita membaca doa agar anak kita tidak diganggu oleh setan.
بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
“Dengan nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah rizki yang Engkau berikan kepada kami (anak) dari setan”
“Kemudian dia dikaruniai seorang anak, maka setan tidak akan memberikan madharat kepadanya selamanya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Ketika anak telah berada di kandungan pun jangan pernah lekang untuk menengadahkan tangan dan menghadapkan diri kepada Allah, memohon agar kelak keturunan yang lahir ini menjadi generasi yang baik. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mencontohkan,
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Wahai Rabbi, anugerahkanlah kepadaku (anak) yang termasuk orang-orang salih”. QS. Ash-Shâffât: 100.
Nabi Zakariya ‘alaihissalam juga demikian,
رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Ya Rabbi, berilah aku dari sisiMu keturunan yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. QS. Ali Imran: 38.
Awas, hati-hati!
Doa orangtua itu mustajab, baik doa tersebut bermuatan baik maupun buruk. Maka berhati-hatilah wahai para orangtua. Terkadang ketika Anda marah, tanpa terasa terlepas kata-kata yang kurang baik terhadap anak Anda, lalu Allah mengabulkan ucapan tersebut, akibatnya Anda menyesal seumur hidup.
Dikisahkan ada seorang yang mengadu kepada Imam Ibn al-Mubarak mengeluhkan tentang anaknya yang durhaka. Beliau bertanya, “Apakah engkau pernah mendoakan tidak baik untuknya?”. “Ya” sahutnya. “Engkau sendiri yang merusak anakmu” pungkas sang Imam.
Semoga penulisan ini dapat bermanfaat buat pembaca apalagi yang sudah menikah dan bagi saya sendiri walaupun masih cukup lama. Tapi apa yang dikatakan Imam Bukhari Rahimahullah,”berilmu sebelum perkataan dan perbuataan.” Menjadi inspirasi saya untuk menulis ini. ^.^
Penulisan ini diambil dari kajian Ustadz Abdullah Zaen, Lc, M.A di Masjid Kampus UGM pada 2 Desember 2011 dengan tema “Jurus Jitu Mencetak Anak Sholeh dan Sholehah. Dan dengan sedikit penambahan oleh penulis.
Diselesaikan pukul 5.09 WIB 10 Desember 2011 dalam keadaan gerimis, Cirebon.
Sehari sebelum menuju kota Yogyakarta.
Diambil dari note FB Saya
Rabu, 11 Desember 2013
Karanggayam, Depok, Sleman, Yogyakarta
Penulis: Arfit Sanjaya